Sabtu, 13 Desember 2014

RIBA TETAP HARAM



RIBA TETAP HARAM
Oleh : H. Muh. Lutfi Tharodli,S.Sos.I
Abi Turen Madrasah Ashaulatiyah Makkah Al-Mukarromah

           
            Allah SWT menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Sebagaimana firmannya pada Suratul Baqaroh ayat 275 yang artinya :”Dan telah menghalalkan Allah akan jual beli dan mengharamkan riba”
            Riba menurut pengertian bahasa berarti Az-Ziyadah (tambahan). Yang dimaksudkan di sini adalah tambahan atas modal baik penambahan itu sedikit maupun banyak.
            Tetapi perlu diketahui bahwa tidak semua yang bertambah itu terhitung riba seperti kita membeli barang seharga Rp. 200.000,- kemudian ada yang mau membelinya seharga Rp. 400.000,-, kita rela menjual dan si pembeli ridho membeli tanpa suatu paksaan kemudian dilakukan ijab dan qabul dengan segala persyaratannya, hal yang bertambah tersebut bukan dinamakan riba tetapi keuntungan dari jua beli dan hal tersebut sah dan halal untuk dimakan sama ada pembayarannya dengan tunai ataupun angsuran. Semua itu tidak ada larangan asalkan sama-sama ridho.
            Firman Allah SWT pada Surat An-Nisa’ ayat 29 sebagai berikut: “ Wahai orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara bathil, kecuali bahwa adalah ia perniagaan yang timbul dari saling meridhoi dari pada kamu.”
            Al-Qur’an menyinggung masalah riba di berbagai tempat, tersususun cecara kronologis berdasarkan urutan waktu.
            Pada periode Makkah turun firman Allah yang berbunyi :”Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhoan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan pahalanya.” (Q.S.Arrum : 39)
            Dan pada periode Madinah, turun ayat yang mengharamkan riba secara jelas, yaitu firman Allah SWT : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kepada Allah Supaya kamu beruntung.” (QS. Ali Imran ayat 130)
            Dan terakhir firman Allah SWT : “hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu meninggalkan sisa riba, ketahuilah! Bahwa Allah dan rasulNya akan menerangimu. Dan jika kamu bertobat, bagimu pokok hartamu (modal), kamu tidak melakukan kezaliman dan tidak pula dizalimi.” (QS. Al-baqarah 278-279)
            Pada ayat ini mengandung penolakan tegas terhadap orang yang mengatakan bahwa ada riba yang tidak terlarang atau riba tidak haram kecuali jika berlipat ganda, riba ya tetap riba karena Allah SWT tidak membolehkannya kecuali mengembalikan modal pokok tanpa tambahan. Dan ayat ini merupakan ayat terakhir berkaitan dengan masalah riba.
            Memang sih, ayat yang terakhir  tidak lagi menyebutkan riba yang disambung dengan berlipat ganda tetapi hanya menyebutkan sisa riba yang mempunyai pengertian riba yang tidak berlipatgandapun harus tetap ditinggalkan artinya riba yang besar sampai yang kecil haram. Karena pengertian riba secara umum adalah tambahan atas modal baik penambahan itu sedikit maupun banyak.
            Di dalam kitab Hasyiatus Showi ala tafsir Jalalain pada halaman 173 disebutkan:”Dan ketahuilah sesungguhnya riba itu diharamkan sebagaimana disebutkan di dalam Al-qur’an, As-Sunnah, dan ijma’ maka barang siapa yang menghalalkan riba maka sungguh dia telah kafir.”
            Dari Jabir bin Abdullah ra. bahwa rasulullah SAW bersabda :”Allah melaknat pemakan riba, yang memberi makannya, saksi-saksinya, dan penulisnya.” (HR. Bukhari,Muslim,Ahmad,Abu daud, dan tarmidzi)
            Memang benar, kita akui hampir empat tahun fatwa MUI tentang bunga diputuskan keharamannya dan sebelum fatwa ini munculpun para ulama dari zaman baheula telah berijma’ atas keharaman riba sesuai dengan nash yang jelas dari Qur’an maupun hadis yang tidak membutuhkan penafsiran lagi tentang keharamannya.
            Tetapi yang menjadi persoalan fatwa tersebut tidak didukung oleh peran aktif masyarakat untuk menghindari bunga, terutama bunga Bank.
            Kyai Syafi’i Hadzami rohimahullah dalam bukunya Taudhihul Adillah pada halaman 184 menyatakan :”Bank simpan pinjam yang memberikan bunga kepada peminjam dan menarik bunga dari peminjam dengan persyaratan yang mengikat dan persentase yang telah ditentukan seperti deposito dan membuka rekening sebagai nasabah suatu Bank adalah termasuk riba qardhi yang diharamkan dengan ittifaq.”
            Selanjutnya kyai Syafi’i Hadzami rohimahumullah mengatakan :”Akan tetapi jika persoalan Bank di Negara kita ini ditinjau dari sudut kebutuhannya dalam pembinaan kelancaran dan kestabilan serta baiknya perekonomian rakyat, maka tentunya hal itu hanya diperkenankan jika sampai kebutuhannya itu kepada hadduddharurat karena ketiadaan makanan lain selain untuk memakan bangkai. Dan kebolehannya adalah pasti terbatas kepada kadar kedaruratannya.”
            Menurut kaidah ushul Fiqh yang artinya :”Sesuatu yang dibolehkan tersebab darurat adalah dikadarkan menurut kadar daruratnya.”
            Jadi, intinya secara ittifaq riba itu tetap haram, keharaman tersebut adalah apabila pemberian-pemberian itu disyaratkan dalam akad pinjam, akan tetapi apabila tidak disyaratkan dalam akad dan tidak mengikat maka tidak haram, bahkan sunat kita membayar hutang dengan sebagus-bagus pembayaran.
            Diriwayatkan dari Jabir ra. berkata ia :”Aku datang kepada nabi Muhammad SAW sedang beliau mempunyai hutang kepadaku, maka beliau membayar hutangnya kepadaku dan memberi kelebihan kepadaku.” (HR. Bukhari-Muslim)
            Di akhir tulisan ini, saya memberi pilihan kepada para pembaca, mengikuti fatwa MUI dan ijma’ ulama yang mengatakan bahwa riba itu haram, atau apakah pembaca termasuk dari golongan yang sangat membutuhkan sehingga ada jalan diperkenankan karena haddut darurat, ataukah memilih penafsiran yang mengatakan bahwa riba tidak haram atau ada riba yang tak terlarang. Silahkan para pembaca renungkan!! Semoga hidayah dan pemeliharaan Allah senantiasa menyertai kita. Amin….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar